KPPU Ungkap Nilai Impor Tepung Tapioka di Lampung Capai Rp 511,4 Miliar pada Tahun 2024

Lampung – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah II Lampung mengungkapkan bahwa selama tahun 2024, empat perusahaan besar di Provinsi Lampung melakukan impor tepung tapioka dengan total nilai mencapai Rp 511,4 miliar. Impor tersebut diduga berdampak negatif terhadap harga beli ubi kayu lokal di wilayah tersebut.
Impor Tepung Tapioka Mengalir Deras ke Lampung
Kepala Kantor KPPU Wilayah II Lampung, Wahyu Bekti Anggoro, menjelaskan bahwa hasil kajian KPPU terkait tata niaga ubi kayu dan tepung tapioka menunjukkan bahwa pasar tepung tapioka di Lampung kini berada dalam kondisi oligopoli. Dari 45 perusahaan tepung tapioka yang ada, empat pelaku usaha besar mendominasi pasar dengan menguasai lebih dari 75% dari total konsentrasi pasar.
“Empat perusahaan terbesar di Lampung mendominasi impor tepung tapioka, yang memiliki potensi menghambat persaingan usaha yang sehat,” kata Wahyu dalam keterangan pers pada Sabtu (18/1).
Data Impor Tepung Tapioka di Lampung
Secara nasional, Indonesia tercatat mengimpor sekitar 267.062 ton tepung tapioka pada tahun 2024, dengan nilai mencapai 144 juta USD atau sekitar Rp 2,2 triliun. Di Provinsi Lampung sendiri, empat perusahaan mengimpor 59.050 ton tepung tapioka dari Vietnam dan Thailand melalui pelabuhan utama, termasuk Pelabuhan Panjang.
Lebih lanjut, Wahyu menyebutkan bahwa satu kelompok usaha menguasai 80 persen dari total impor tepung tapioka yang masuk ke Lampung, atau sekitar 47.202 ton, dengan nilai mencapai 25 juta USD atau sekitar Rp 407,4 miliar.
Dampak Impor Tepung Tapioka terhadap Harga Ubi Kayu Lokal
Tingginya volume impor tepung tapioka ternyata berkontribusi langsung terhadap penurunan harga beli ubi kayu lokal. Wahyu mengungkapkan adanya korelasi antara meningkatnya impor tepung tapioka dengan turunnya harga beli bahan baku lokal, yang berdampak negatif bagi produsen tapioka lokal.
“Produsen lokal kesulitan bersaing harga dengan perusahaan yang mengimpor tepung tapioka karena harga jual mereka lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi produsen lokal yang tidak melakukan impor,” ujar Wahyu.
Langkah KPPU untuk Memperbaiki Persaingan Usaha
KPPU telah melakukan pengawasan intensif terhadap praktik impor tepung tapioka dan sedang memantau perkembangan di lapangan. Selain itu, KPPU juga mengumpulkan data, melakukan analisis dokumen, serta memantau langsung aktivitas yang berlangsung.
Wahyu menegaskan bahwa KPPU berencana untuk menyusun rekomendasi kebijakan terkait impor tepung tapioka kepada pemerintah, dan jika perlu, melanjutkan proses penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terindikasi melanggar regulasi persaingan usaha.
“Kepatuhan dari beberapa pelaku usaha yang tidak memenuhi permintaan data dan keterangan dari KPPU masih rendah,” tambah Wahyu.
KPPU Ajak Masyarakat untuk Melapor
KPPU mengimbau masyarakat, petani, dan semua pihak terkait untuk aktif melaporkan jika terdapat dugaan hambatan dalam persaingan usaha. “Kami mendorong partisipasi semua pihak agar praktik persaingan usaha di Indonesia berjalan sehat dan adil,” pungkas Wahyu.
KPPU berharap dengan adanya pengawasan yang lebih ketat, pasar tepung tapioka di Lampung dan Indonesia secara keseluruhan dapat berjalan lebih transparan, dengan persaingan yang lebih sehat antara produsen lokal dan perusahaan impor.